Selasa, 13 Mei 2014

Perkembangan Penelitian Geologi Kelautan


PENDAHULUAN

            Kita menyadari bahwa terjadinya lautan secara ilmiah, tentu melalui suatu proses dan proses itu bersifat historis atau sejarah. Untuk dapat mengungkap sejarah tersebut secara kronologis dan ilmiah tentunya harus ditunjang dengan adanya hipotesis dan bukti-bukti yang relevan dan akurat. Dari hipotesis itulah timbul beberapa teori yang menceritakan tentang sejarah terjadinya laut. Hipothesis tersebut mengatakan bahwa semua daratan di dunia pada awalnya menjadi satu kontinen yang dinamakan Pangea yang dikelilingi laut Tethys. Salah satu teori yang umum dikenal dan diikuti oleh para pakar kelautan adalah teori Wegener atau disebut sebagai teori gerakan kontinen. Teori ini mengatakan bahwa Pangea mengalami gerakan kontinen (gerak orogenetik) dan terpecah menjadi beberapa benua seperti yang kita lihat sekarang ini. Pangea adalah benua purba yang terdiri dari Eurasia, Afrika, Amerika Selatan, India, Australia, dan Antartika yang kesemuanya menjadi satu kesatuan daratan yang terbentuk pada kurang lebih  225 juta tahun yang lalu.

PEMBAHASAN

            Salah satu bukti bahwa pada zaman dahulu Afrika menyatu dengan Eurasia adalah ditemukannya jajaran pegunungan bawah laut di kawasan Laut Tengah. Gerakan kontinen diduga dimulai pada ± 200 juta tahun yang lalu dengan adanya gerakan split dari blok Amerika Selatan lepas dari Antartika dan juga lepas dari benua Afrika bagian barat menuju ke arah barat sehingga terbentuk laut Atlantik bagian selatan. Sementara itu blok India bergerak ke arah utara melepaskan diri dari Antartika sehingga menabrak bagian selatan dari daratan Eurasia. Tabrakan itu begitu kuat sehingga menimbulkan lipatan yang kemudian menjadi pegunungan Himalaya yang tertinggi di dunia. Bersamaan dengan kejadian itu, benua Australia melepaskan diri dari Antartika dan bergerak menuju ke arah utara, dan Amerika bagian utara melepaskan diri dari Eurasia dengan gerakan split bergerak ke arah barat laut sehingga terbentuk Laut Atlantik bagian utara. Setiap gerakan split akan mengakibatkan terjadinya celah /palung laut yang dalam dan panjang yang dikenal sebagai sistem trench. Gerakan split dari kontinen seperti tersebut juga dialami di bagian lain, yakni setelah benua Afrika ditinggalkan oleh benua Amerika bagian selatan, terbentuk laut Merah di bagian utara dari benua Afrika sebagai akibat terjadinya keretakan serta terbentuknya Teluk Aden yang sampai sekarang diduga gerakan tersebut masih berlangsung. Gerakan selanjutnya, Amerika bagian utara setelah melepaskan diri dari Eurasia kemudian menyatu dengan Amerika bagian selatan di wilayah Panama sekarang ini. Sedangkan di utara Afrika terjadi perubahan bentuk laut yang awalnya merupakan bagian Laut Tethys menjadi beberapa laut marginal dan tertutup, contohnya Laut Kaspia, Laut Hitam, Laut Tengah, dan Laut Mati. Selama 200 juta tahun tersebut secara teoretis disebutkan bahwa Pacific basins mengalami penyusutan dan akhirnya laut Tethys menghilang. Lautan Hindia terbentuk sebagai akibat gerakan blok India dan blok Australia tersebut di atas serta terbentuknya lengkung (ar­cus) kepulauan Indonesia berikut paparan Sunda yang masih menempel pada daratan Asia dan paparan Sahul yang menyatu dengan daratan Australia. Akhirnya diperkirakan pada zaman es dari kutub mencair maka bagian dari paparan Sunda dan paparan Sahul yang semula tidak tergenang air menjadi laut dan terjadi kepulauan Nusantara sepanjang garis khatulistiwa sampai saat ini, sehingga laut di sekitar Indonesia merupakan pencampuran antara lautan Hindia dan Lautan Pasifik. Setelah beberapa benua menjadi menetap seperti sekarang ini, maka selanjutnya terjadilah proses pelapukan dan pelarutan batuan sedimen di darat oleh air hujan yang membawa berbagai jenis garam mineral melalui sungai akhirnya menuju ke laut. Dari laut pun akan terjadi proses penguapan karena kenaikan suhu pada siang hari dan uap terakumulasi membentuk awan yang akhirnya jatuh ke bumi sebagai hujan. Begitu seterusnya sehingga proses tersebut membentuk suatu siklus yang kita namai sebagai siklus air. Siklus ini berlangsung terus menerus untuk mencapai keseimbangan alam.
Disamping teori gerakan kontinen dari Wegener tersebut, ada teori lain yang kurang populer yang mengatakan bahwa terjadinya laut berasal dari air dalam cekungan-cekungan dasar samudra (oceanic basins) yang lama kelamaan mengalami penambahan volume air, baik yang berasal dari daratan maupun lelehan es dari kutub utara dan kutub selatan sehingga air laut meluap sampai ke wilayah pinggir kontinen. Wilayah pinggir kontinen yang terendam tersebut dikatakan sebagai wilayah paparan (continental shelf). Tampaknya teori kedua ini tidak mengkaitkan dengan proses-proses yang terjadi pada sektor geologi (geological history) yang seharusnya terkait. Oleh sebab itu, walaupun masuk akal namun teori ini dianggap kurang populer.
            Jadi, dapat dikatakan bahwa posisi letak geografis benua yang telah ada seperti sekarang ini menyebabkan terbentuknya 5 lautan / samudra (oceans) di Bumi seperti tertera di bawah ini, berikut luas masing-masing, yakni :
1.Samudra Hindia (± 28.400.000mil2)
2.Samudra Pasifik / Lautan Teduh (± 64.000.000 mil2)
3.Samudra Atlantik (± 41.744.000 mil2)
4.Samudra Arktika (± 5.427.000 mil2)
5.Samudra Antartika   (± 12.451.000 mil2).
            Penyelidikan dan pemetaan geologi kelautan pada dekade terakhir ini makin ditingkatkan terutama pada pencarian sumber daya mineral yang bernilai strategis dan ekonomis dalam menunjang pembangunan nasional. Hal ini sehubungan dengan makin terbatasnya sumber daya mineral dan energi di darat. Kegiatan tersebut merupakan perwujudan akan tanggung jawab pemerintah dan negara dalam menggali potensi sumber daya mineral dan energi yang terdapat di dasar laut, mulai kawasan pantai, perairan pantai hingga ke batas terluar Landas Kontinen termasuk Zona Ekonomi Eksklusif.
            Eksplorasi Geologi Kelautan di Indonesia
Perioda 1930 - 1980 :
·         Belanda (Ekspedisi Snellius, Ekspedisi Vening - Meinesz).
·         AS - LDEO (R/V Robert Conrad, R/V Vema, R/V Maurice Ewing).
·         AS - SIO (R/V Thomas Washington: Sio Rama, INDOPAC; R/V Atlantis).
Perioda 1980 - 2004:
·         Belanda - NIOZ (R/V Tyro: Ekspedisi Snellius II).
·         Perancis - Ifremer (R/V Coriolis: CORINDON, GEOINDON; R/V Jean Charcot: Krakatau; R/V Baruna Jaya; R/V Marion Dufresne)
·         Jerman (R/V Sonne: Ginco I).
·         Jepang - Jamstec (R/V Natsushima-Shinkai).
Perioda 2005 - kini:
·         Multinasional (R/V Sonne: SeaCause I & II, SO-189; HMS Scott).

Geologi kelautan sendiri secara prinsip hampir sama dengan geologi dipermukaan atau didaratan, baik itu proses-proses geologinya dan lain sebagainya, hanya saja permukaannya tertutupi suatu massa air. Dalam Geologi kelautan seperti juga kita mempelajari geologi di daratan, akan menampakkan juga suatu kenampakkan geomorfologi, hanya saja sekali lagi kenampakkan itu tertutup oleh massa air. Dalam mempelajari Geologi kelautan, ada beberapa  istilah kenampakkan geomorfologi seperti halnya kenampakkan geomorfologi didarat, beberapa diantaranya yaitu seperti : coastal plain, continental shelf, continental slope, continental rise, abysal plain, oceanic ridge, ocean basin floor, rekahan, abysall hill, sea mount, dan marginal trench.  Istilah-istilah tersebut akan dibahas mendalam di aspek geomorfologi dalam kerangka geologi kelautan yang nantinya diharapkan menunjang dalam penelitian geologi kelautan.




DAFTAR PUSTAKA

Erickson, John, 1996, Marine Geology: Undersea Landforms and Life Forms, Facts on File ISBN 0-8160-3354-4
Seibold, E. and W.H. Berger, 1994, The Sea Floor: An Introduction to Marine Geology, Springer-Verlag ISBN 0-387-56884-0
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). Sejarah Puslitbang Geologi Kelautan. Diakses dari http://www.mgi.esdm.go.id/content/sejarah-puslitbang-geologi-kelautan. Pada tanggal 16 September 2013 pukul 20.02 WIB.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar