PENDAHULUAN
Kita menyadari bahwa terjadinya lautan secara ilmiah, tentu melalui suatu
proses dan proses itu bersifat historis atau sejarah. Untuk dapat mengungkap
sejarah tersebut secara kronologis dan ilmiah tentunya harus ditunjang dengan
adanya hipotesis dan bukti-bukti yang relevan dan akurat. Dari hipotesis itulah
timbul beberapa teori yang menceritakan tentang sejarah terjadinya laut.
Hipothesis tersebut mengatakan bahwa semua daratan di dunia pada awalnya
menjadi satu kontinen yang dinamakan Pangea yang dikelilingi laut Tethys. Salah
satu teori yang umum dikenal dan diikuti oleh para pakar kelautan adalah teori
Wegener atau disebut sebagai teori gerakan kontinen.
Teori ini mengatakan bahwa Pangea mengalami gerakan kontinen (gerak
orogenetik) dan terpecah menjadi beberapa benua seperti yang kita lihat sekarang
ini. Pangea adalah benua purba yang terdiri dari Eurasia, Afrika, Amerika
Selatan, India, Australia, dan Antartika yang kesemuanya menjadi satu kesatuan
daratan yang terbentuk pada kurang lebih
225 juta tahun yang lalu.
PEMBAHASAN
Salah
satu bukti bahwa pada zaman dahulu Afrika menyatu dengan Eurasia adalah
ditemukannya jajaran pegunungan bawah laut di kawasan Laut Tengah. Gerakan
kontinen diduga dimulai pada ± 200 juta tahun yang lalu dengan adanya gerakan
split dari blok Amerika Selatan lepas dari Antartika dan juga lepas dari benua
Afrika bagian barat menuju ke arah barat sehingga terbentuk laut Atlantik
bagian selatan. Sementara itu blok India bergerak ke arah utara melepaskan diri
dari Antartika sehingga menabrak bagian selatan dari daratan Eurasia. Tabrakan
itu begitu kuat sehingga menimbulkan lipatan yang kemudian menjadi pegunungan
Himalaya yang tertinggi di dunia. Bersamaan dengan kejadian itu, benua
Australia melepaskan diri dari Antartika dan bergerak menuju ke arah utara, dan
Amerika bagian utara melepaskan diri dari Eurasia dengan gerakan split bergerak
ke arah barat laut sehingga terbentuk Laut Atlantik bagian utara. Setiap
gerakan split akan mengakibatkan terjadinya celah /palung laut yang dalam dan
panjang yang dikenal sebagai sistem trench. Gerakan split dari kontinen seperti
tersebut juga dialami di bagian lain, yakni setelah benua Afrika ditinggalkan
oleh benua Amerika bagian selatan, terbentuk laut Merah di bagian utara dari
benua Afrika sebagai akibat terjadinya keretakan serta terbentuknya Teluk Aden
yang sampai sekarang diduga gerakan tersebut masih berlangsung. Gerakan
selanjutnya, Amerika bagian utara setelah melepaskan diri dari Eurasia kemudian
menyatu dengan Amerika bagian selatan di wilayah Panama sekarang ini. Sedangkan
di utara Afrika terjadi perubahan bentuk laut yang awalnya merupakan bagian
Laut Tethys menjadi beberapa laut marginal dan tertutup, contohnya Laut Kaspia,
Laut Hitam, Laut Tengah, dan Laut Mati. Selama 200 juta tahun tersebut secara
teoretis disebutkan bahwa Pacific basins mengalami penyusutan dan akhirnya laut
Tethys menghilang. Lautan Hindia terbentuk sebagai akibat gerakan blok India
dan blok Australia tersebut di atas serta terbentuknya lengkung (arcus)
kepulauan Indonesia berikut paparan Sunda yang masih menempel pada daratan Asia
dan paparan Sahul yang menyatu dengan daratan Australia. Akhirnya diperkirakan
pada zaman es dari kutub mencair maka bagian dari paparan Sunda dan paparan
Sahul yang semula tidak tergenang air menjadi laut dan terjadi kepulauan
Nusantara sepanjang garis khatulistiwa sampai saat ini, sehingga laut di
sekitar Indonesia merupakan pencampuran antara lautan Hindia dan Lautan
Pasifik. Setelah beberapa benua menjadi menetap seperti sekarang ini, maka
selanjutnya terjadilah proses pelapukan dan pelarutan batuan sedimen di darat
oleh air hujan yang membawa berbagai jenis garam mineral melalui sungai
akhirnya menuju ke laut. Dari laut pun akan terjadi proses penguapan karena
kenaikan suhu pada siang hari dan uap terakumulasi membentuk awan yang akhirnya
jatuh ke bumi sebagai hujan. Begitu seterusnya sehingga proses tersebut
membentuk suatu siklus yang kita namai sebagai siklus air. Siklus ini
berlangsung terus menerus untuk mencapai keseimbangan alam.
Disamping teori gerakan kontinen dari Wegener
tersebut, ada teori lain yang kurang populer yang mengatakan bahwa terjadinya
laut berasal dari air dalam cekungan-cekungan dasar samudra (oceanic basins)
yang lama kelamaan mengalami penambahan volume air, baik yang berasal dari
daratan maupun lelehan es dari kutub utara dan kutub selatan sehingga air laut
meluap sampai ke wilayah pinggir kontinen. Wilayah pinggir kontinen yang
terendam tersebut dikatakan sebagai wilayah paparan (continental shelf).
Tampaknya teori kedua ini tidak mengkaitkan dengan proses-proses yang terjadi
pada sektor geologi (geological history) yang seharusnya terkait. Oleh sebab
itu, walaupun masuk akal namun teori ini dianggap kurang populer.
Jadi,
dapat dikatakan bahwa posisi letak geografis benua yang telah ada seperti
sekarang ini menyebabkan terbentuknya 5 lautan / samudra (oceans) di Bumi
seperti tertera di bawah ini, berikut luas masing-masing, yakni :
1.Samudra Hindia (± 28.400.000mil2)
2.Samudra Pasifik / Lautan Teduh (± 64.000.000 mil2)
3.Samudra Atlantik (±
41.744.000 mil2)
4.Samudra Arktika (± 5.427.000 mil2)
5.Samudra Antartika (± 12.451.000
mil2).
Penyelidikan
dan pemetaan geologi kelautan pada dekade terakhir ini makin ditingkatkan
terutama pada pencarian sumber daya mineral yang bernilai strategis dan
ekonomis dalam menunjang pembangunan nasional. Hal ini sehubungan dengan makin
terbatasnya sumber daya mineral dan energi di darat. Kegiatan tersebut
merupakan perwujudan akan tanggung jawab pemerintah dan negara dalam menggali
potensi sumber daya mineral dan energi yang terdapat di dasar laut, mulai
kawasan pantai, perairan pantai hingga ke batas terluar Landas Kontinen
termasuk Zona Ekonomi Eksklusif.
Eksplorasi Geologi Kelautan di Indonesia
Perioda 1930 - 1980 :
·
Belanda (Ekspedisi Snellius, Ekspedisi
Vening - Meinesz).
·
AS - LDEO (R/V Robert Conrad, R/V Vema,
R/V Maurice Ewing).
·
AS - SIO (R/V Thomas Washington: Sio Rama,
INDOPAC; R/V Atlantis).
Perioda 1980 - 2004:
·
Belanda - NIOZ (R/V Tyro: Ekspedisi
Snellius II).
·
Perancis - Ifremer (R/V Coriolis:
CORINDON, GEOINDON; R/V Jean Charcot: Krakatau; R/V Baruna Jaya; R/V Marion
Dufresne)
·
Jerman (R/V Sonne: Ginco I).
·
Jepang - Jamstec (R/V Natsushima-Shinkai).
Perioda 2005 - kini:
·
Multinasional (R/V Sonne: SeaCause I &
II, SO-189; HMS Scott).
Geologi kelautan sendiri secara prinsip hampir sama dengan
geologi dipermukaan atau didaratan, baik itu proses-proses geologinya dan lain
sebagainya, hanya saja permukaannya tertutupi suatu massa air. Dalam Geologi
kelautan seperti juga kita mempelajari geologi di daratan, akan menampakkan
juga suatu kenampakkan geomorfologi, hanya saja sekali lagi kenampakkan itu
tertutup oleh massa air. Dalam mempelajari Geologi kelautan, ada beberapa
istilah kenampakkan geomorfologi seperti halnya kenampakkan geomorfologi
didarat, beberapa diantaranya yaitu seperti : coastal plain, continental shelf,
continental slope, continental rise, abysal plain, oceanic ridge, ocean basin
floor, rekahan, abysall hill, sea mount, dan marginal trench. Istilah-istilah tersebut akan dibahas
mendalam di aspek geomorfologi dalam kerangka geologi kelautan yang nantinya
diharapkan menunjang dalam penelitian geologi kelautan.
DAFTAR PUSTAKA
Erickson,
John, 1996, Marine Geology:
Undersea Landforms and Life Forms, Facts on File ISBN 0-8160-3354-4
Seibold,
E. and W.H. Berger, 1994, The
Sea Floor: An Introduction to Marine Geology, Springer-Verlag ISBN 0-387-56884-0
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Kelautan (PPPGL). Sejarah Puslitbang Geologi Kelautan. Diakses dari http://www.mgi.esdm.go.id/content/sejarah-puslitbang-geologi-kelautan.
Pada tanggal 16 September 2013 pukul 20.02 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar