Selasa, 13 Mei 2014

Penjelasan Deret Bowen (Kontinyu dan Diskontinyu)


PENDAHULUAN

            Novan Levi Bowen pada tahun 1922, mengemukakan sebuah teori mengenai proses urutan pengkristalan magma atau yang biasa disebut “deret bowen”. Beliau mengemukakan bahwa deret bowen menjelaskan bagaimana proses pembentukan mineral, khususnya mineral pada batuan beku, yaitu mineral yang mengandung silikat yang kemudian mengkrsital langsung dari magma berdasarkan penurunan temperatur. Riset ini dilakukan dengan cara mengambil sampel magma cair dan memasukkannya kedalam suatu alat yang fungsinya memberti tekanan dan suhu yang dianggap sama dengan keadaan di bumi. Dengan berjalannya waktu serta dengan diturunkannya suhu dan tekanannya dengan analogi seperti penurunan magma itu seperti magma yang sudah keluar ke permukaan bumi, maka didapat suatu hasil dari eksperimen ini yaitu ternyata magma itu mulai membeku dan terus berubah membentuk suatu urutan mineral. Sehingga dari riset ini dibuatlah deret bowen yang sampai sekarang digunakan tabel untuk menjelaskan tentang ururtan pembekuaan magma. Mineral silikat merupakan mineral utama pembentuk batuan atau juga disebut RFM (Rock Forming Mineral). Unsur-unsur utamanya adalah O (oksigen), Si (silikat), Al(aluminium), Fe(besi), Ca (Kalsium), Na (natrium), K (kalium), dan Mg (magnesium). Sehingga batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari magma melalui proses pengkristan magma. Dalam proses pengkristalan magma tersebut terbagi menjadi 2 proses, yaitu yang terbentuk secara berurutan (kontinyu) dan tidak secara berurutan (diskontinyu) yang nanti akan dijelaskan pada deret bowen.


PEMBAHASAN


            Dalam deret bowen terdapat dua deret pembentukan mineral-mineral ini dari yang terbentuk pada suhu tinggi yang bersifat ultrabasa hingga ke bawah menjadi mineral asam, yaitu deret kontinyu dan deret diskontinyu. Derek kontinyu digambarkan pada reaksi pada bagian kanan deret reaksi bowen dan deret diskontinyu pada bagian kiri deret reaksi bowen.
(Tabel 1. Deret Bowen)
            Deret kontinyu menggambarkan pembentukan feldspar plagioklas yang dimulai dari anorthite yang kaya akan Ca (kalsium) menjadi Oligoklas yang kaya akan Na(natrium). Pada deret ini disebut deret kontinyu karena pembentukan mineral yang satu dengan mineral yang lain dalam satu deret memiliki hubungan yang dekat seperti bitownite yang memiliki rumus kimia (Na, Ca) Al (Al,Si,)Si2O8 sangat berhubungan dengan pembentukan mineral andesin yang juga memiliki rumus kimia yang sama hanya saja nanti ada perbedaan dalam komposisi Na (natrium) dan Ca (kalsium) atau Al (aluminium) dan Si (silikon) yaitu (Na, Ca) Al, 2Si3, 2O8 .
            Pada deret diskontinyu menggambarkan pembentukan mineral-mineral seperti olivine, piroksen, amfibol, dan biotit. Pembentukan ini dimulai dari olivin kemudian semakin ke bawah menjadi biotit. Deret ini disebut deret diskontinyu dikarenakan tidak terdapat hubungan dalam pembentukan mineral-mineral ini dimana sebagai contoh olivin memiliki rumus kimia XSiO4 sedangkan mineral seperti biotit memiliki rumus kimia K(Mg, Fe2+)3(Al, Fe3+)Si3O10(OH,F)2 dapat dilihat bahwa perbedaan rumus kimia yang sangat mencolok, oleh karen itu deret ini disebut deret diskontinyu karena tidak terdapatnya hubungan antara  mineral yang terbentuk pertama dan yang terbentuk setelahnya.
            Akan tapi kedua deret ini bertemu pada satu titik dimana dalam deret ini membentuk huruf seperti (Y). Kedua deret ini bertemu pada pembentukan K-Feldspar, kemudian berlanjut ke pembentukan muscovite, dan kuarsa.

KESIMPULAN
            Deret bowen adalah deret yang menjelaskan urutan pengkristalan magma berdasarkan temperature pembentukan magma tersebut. Dimana pembentukan magma ini ditentukan berdasarkan pada derajat kristalisasi dan lama pendinginan magma, dan berpengaruh pada sifat yang akan dibawa oleh mineral yang terbentuk. Komposisi kimia, reaksi unsur, dan proses keterbentukannya mineral menjadi jawaban mengapa terdapat deret kontinyu dan deret diskontinyu pada deret bowen. Dengan mempelajari deret bowen kita dapat menentukan apakah suatu mineral dapat berasosiasi dengan mineral lain.

DAFTAR PUSTAKA

Fenton, C.L & Fenton M.A 1940. The Rock Book. New York : Doubleday & Company, Inc.
Magetsari, N.A, Abdullah, C.A, Brahmantyo, B. Catatan Kuliah GL-211 Geologi Fisik. Bandung : penerbit ITB
Soetoto, S.U 2001. Geologi. Yogyakarta : Laboratorium Geologi Dinamik Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada.



Perkembangan Penelitian Geologi Kelautan


PENDAHULUAN

            Kita menyadari bahwa terjadinya lautan secara ilmiah, tentu melalui suatu proses dan proses itu bersifat historis atau sejarah. Untuk dapat mengungkap sejarah tersebut secara kronologis dan ilmiah tentunya harus ditunjang dengan adanya hipotesis dan bukti-bukti yang relevan dan akurat. Dari hipotesis itulah timbul beberapa teori yang menceritakan tentang sejarah terjadinya laut. Hipothesis tersebut mengatakan bahwa semua daratan di dunia pada awalnya menjadi satu kontinen yang dinamakan Pangea yang dikelilingi laut Tethys. Salah satu teori yang umum dikenal dan diikuti oleh para pakar kelautan adalah teori Wegener atau disebut sebagai teori gerakan kontinen. Teori ini mengatakan bahwa Pangea mengalami gerakan kontinen (gerak orogenetik) dan terpecah menjadi beberapa benua seperti yang kita lihat sekarang ini. Pangea adalah benua purba yang terdiri dari Eurasia, Afrika, Amerika Selatan, India, Australia, dan Antartika yang kesemuanya menjadi satu kesatuan daratan yang terbentuk pada kurang lebih  225 juta tahun yang lalu.

PEMBAHASAN

            Salah satu bukti bahwa pada zaman dahulu Afrika menyatu dengan Eurasia adalah ditemukannya jajaran pegunungan bawah laut di kawasan Laut Tengah. Gerakan kontinen diduga dimulai pada ± 200 juta tahun yang lalu dengan adanya gerakan split dari blok Amerika Selatan lepas dari Antartika dan juga lepas dari benua Afrika bagian barat menuju ke arah barat sehingga terbentuk laut Atlantik bagian selatan. Sementara itu blok India bergerak ke arah utara melepaskan diri dari Antartika sehingga menabrak bagian selatan dari daratan Eurasia. Tabrakan itu begitu kuat sehingga menimbulkan lipatan yang kemudian menjadi pegunungan Himalaya yang tertinggi di dunia. Bersamaan dengan kejadian itu, benua Australia melepaskan diri dari Antartika dan bergerak menuju ke arah utara, dan Amerika bagian utara melepaskan diri dari Eurasia dengan gerakan split bergerak ke arah barat laut sehingga terbentuk Laut Atlantik bagian utara. Setiap gerakan split akan mengakibatkan terjadinya celah /palung laut yang dalam dan panjang yang dikenal sebagai sistem trench. Gerakan split dari kontinen seperti tersebut juga dialami di bagian lain, yakni setelah benua Afrika ditinggalkan oleh benua Amerika bagian selatan, terbentuk laut Merah di bagian utara dari benua Afrika sebagai akibat terjadinya keretakan serta terbentuknya Teluk Aden yang sampai sekarang diduga gerakan tersebut masih berlangsung. Gerakan selanjutnya, Amerika bagian utara setelah melepaskan diri dari Eurasia kemudian menyatu dengan Amerika bagian selatan di wilayah Panama sekarang ini. Sedangkan di utara Afrika terjadi perubahan bentuk laut yang awalnya merupakan bagian Laut Tethys menjadi beberapa laut marginal dan tertutup, contohnya Laut Kaspia, Laut Hitam, Laut Tengah, dan Laut Mati. Selama 200 juta tahun tersebut secara teoretis disebutkan bahwa Pacific basins mengalami penyusutan dan akhirnya laut Tethys menghilang. Lautan Hindia terbentuk sebagai akibat gerakan blok India dan blok Australia tersebut di atas serta terbentuknya lengkung (ar­cus) kepulauan Indonesia berikut paparan Sunda yang masih menempel pada daratan Asia dan paparan Sahul yang menyatu dengan daratan Australia. Akhirnya diperkirakan pada zaman es dari kutub mencair maka bagian dari paparan Sunda dan paparan Sahul yang semula tidak tergenang air menjadi laut dan terjadi kepulauan Nusantara sepanjang garis khatulistiwa sampai saat ini, sehingga laut di sekitar Indonesia merupakan pencampuran antara lautan Hindia dan Lautan Pasifik. Setelah beberapa benua menjadi menetap seperti sekarang ini, maka selanjutnya terjadilah proses pelapukan dan pelarutan batuan sedimen di darat oleh air hujan yang membawa berbagai jenis garam mineral melalui sungai akhirnya menuju ke laut. Dari laut pun akan terjadi proses penguapan karena kenaikan suhu pada siang hari dan uap terakumulasi membentuk awan yang akhirnya jatuh ke bumi sebagai hujan. Begitu seterusnya sehingga proses tersebut membentuk suatu siklus yang kita namai sebagai siklus air. Siklus ini berlangsung terus menerus untuk mencapai keseimbangan alam.
Disamping teori gerakan kontinen dari Wegener tersebut, ada teori lain yang kurang populer yang mengatakan bahwa terjadinya laut berasal dari air dalam cekungan-cekungan dasar samudra (oceanic basins) yang lama kelamaan mengalami penambahan volume air, baik yang berasal dari daratan maupun lelehan es dari kutub utara dan kutub selatan sehingga air laut meluap sampai ke wilayah pinggir kontinen. Wilayah pinggir kontinen yang terendam tersebut dikatakan sebagai wilayah paparan (continental shelf). Tampaknya teori kedua ini tidak mengkaitkan dengan proses-proses yang terjadi pada sektor geologi (geological history) yang seharusnya terkait. Oleh sebab itu, walaupun masuk akal namun teori ini dianggap kurang populer.
            Jadi, dapat dikatakan bahwa posisi letak geografis benua yang telah ada seperti sekarang ini menyebabkan terbentuknya 5 lautan / samudra (oceans) di Bumi seperti tertera di bawah ini, berikut luas masing-masing, yakni :
1.Samudra Hindia (± 28.400.000mil2)
2.Samudra Pasifik / Lautan Teduh (± 64.000.000 mil2)
3.Samudra Atlantik (± 41.744.000 mil2)
4.Samudra Arktika (± 5.427.000 mil2)
5.Samudra Antartika   (± 12.451.000 mil2).
            Penyelidikan dan pemetaan geologi kelautan pada dekade terakhir ini makin ditingkatkan terutama pada pencarian sumber daya mineral yang bernilai strategis dan ekonomis dalam menunjang pembangunan nasional. Hal ini sehubungan dengan makin terbatasnya sumber daya mineral dan energi di darat. Kegiatan tersebut merupakan perwujudan akan tanggung jawab pemerintah dan negara dalam menggali potensi sumber daya mineral dan energi yang terdapat di dasar laut, mulai kawasan pantai, perairan pantai hingga ke batas terluar Landas Kontinen termasuk Zona Ekonomi Eksklusif.
            Eksplorasi Geologi Kelautan di Indonesia
Perioda 1930 - 1980 :
·         Belanda (Ekspedisi Snellius, Ekspedisi Vening - Meinesz).
·         AS - LDEO (R/V Robert Conrad, R/V Vema, R/V Maurice Ewing).
·         AS - SIO (R/V Thomas Washington: Sio Rama, INDOPAC; R/V Atlantis).
Perioda 1980 - 2004:
·         Belanda - NIOZ (R/V Tyro: Ekspedisi Snellius II).
·         Perancis - Ifremer (R/V Coriolis: CORINDON, GEOINDON; R/V Jean Charcot: Krakatau; R/V Baruna Jaya; R/V Marion Dufresne)
·         Jerman (R/V Sonne: Ginco I).
·         Jepang - Jamstec (R/V Natsushima-Shinkai).
Perioda 2005 - kini:
·         Multinasional (R/V Sonne: SeaCause I & II, SO-189; HMS Scott).

Geologi kelautan sendiri secara prinsip hampir sama dengan geologi dipermukaan atau didaratan, baik itu proses-proses geologinya dan lain sebagainya, hanya saja permukaannya tertutupi suatu massa air. Dalam Geologi kelautan seperti juga kita mempelajari geologi di daratan, akan menampakkan juga suatu kenampakkan geomorfologi, hanya saja sekali lagi kenampakkan itu tertutup oleh massa air. Dalam mempelajari Geologi kelautan, ada beberapa  istilah kenampakkan geomorfologi seperti halnya kenampakkan geomorfologi didarat, beberapa diantaranya yaitu seperti : coastal plain, continental shelf, continental slope, continental rise, abysal plain, oceanic ridge, ocean basin floor, rekahan, abysall hill, sea mount, dan marginal trench.  Istilah-istilah tersebut akan dibahas mendalam di aspek geomorfologi dalam kerangka geologi kelautan yang nantinya diharapkan menunjang dalam penelitian geologi kelautan.




DAFTAR PUSTAKA

Erickson, John, 1996, Marine Geology: Undersea Landforms and Life Forms, Facts on File ISBN 0-8160-3354-4
Seibold, E. and W.H. Berger, 1994, The Sea Floor: An Introduction to Marine Geology, Springer-Verlag ISBN 0-387-56884-0
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). Sejarah Puslitbang Geologi Kelautan. Diakses dari http://www.mgi.esdm.go.id/content/sejarah-puslitbang-geologi-kelautan. Pada tanggal 16 September 2013 pukul 20.02 WIB.


Aplikasi Geokimia dalam Eksplorasi Geokimia


Aplikasi Geokimia dalam Eksplorasi Geokimia
Eksplorasi geokimia khusus mengkonsentrasikan pada pengukuran kelimpahan, distribusi, dan migrasi unsur-unsur bijih atau unsur-unsur yang berhubungan erat dengan bijih, dengan tujuan mendeteksi endapan bijih. Dalam pengertian yang lebih sempit eksplorasi geokimia adalah pengukuran secara sistematis satu atau lebih unsur jejak dalam batuan, tanah, sedimen sungai aktif, vegetasi, air, atau gas, untuk mendapatkan anomali geokimia, yaitu konsentrasi abnormal dari unsur tertentu yang kontras terhadap lingkungannya (background geokimia).

Prinsip Dasar Prospeksi/Eksplorasi Geokimia
DISPERSI
            adalah sebaran unsur-unsur kimia dialam ditentukan oleh proses pengurain dan pengangkutan, baik secara  mekanis maupun kimia serta bersifat penguapan dan larutan. Dispersi geokimia adalah proses menyeluruh tentang transpor dan atau fraksinasi unsur-unsur. Dispersi dapat terjadi secara mekanis (contohnya pergerakan pasir di sungai) dan kimiawi (contohnya disolusi, difusi dan pengendapan dalam larutan). Tipe dispersi ini mempengaruhi pemilihan metode pengambilan contoh, pemilihan lokasi contoh, pemilihan fraksi ukuran dsb.
Contohnya dalam survey drainage pertanyaan muncul apakah contoh diambil dari air atau sedimen ; jika sedimen yang dipilih, harus diketahui apakah pengendapan unsur yang dicari sensitif terhadap variasi pH (contohnya adsorpsi Cu oleh lempung) atau kecepatan aliran sungai (contohnya dispersi Sn sebagai butiran detrital dari kasiterit). Jika adsorpsi dari ion-ion yang ikut diendapkan dicari dalam tanah atau sedimen, maka fraksi yang halus yang diutamakan; jika unsur yang dicari hadir dalam mineral yang resisten, maka fraksi yang kasar kemungkinan mengandung unsur yang dicari.
 Pola dispersi dan assosiasi dengan cebakan bijih mencakup :
(a). Tubuh bijih memotong bidang permukaan dan tererosi sehingga dapat diobservasi secara langsung. Pola dispersi geokimia berasosiasi dengan tubuh bijih primer
(b). Tubuh bijih tidak tersingkap dipermukaan tetapi terletak didaerah pelapukan. Dispersi unsur akan terdapat pada sedimen maupun pada soil
(c). Tubuh bijih persis tidak berada di bawah daerah pelapukan . Dalam keadaan ini jika konsentrasi mineral-mineral stabil dan mobil tidak banyak maka deteksi terhadap tubuh bijih sangat sulit
(d). Tempat tubuh bijih terdapat di bawah daerah pelapukan. Penyelidikan geokimia akan memberi hasil nihil, deteksi harus dilakukan dengan metode geofisika .
Prospeksi/eksplorasi geokimia pada dasarnya terdiri dari dua metode :
1. Metode yang menggunakan pola dispersi mekanis diterapkan pada mineral yang relatif stabil pada kondisi permukaan bumi (seperti: emas, platina, kasiterit, kromit, mineral tanah jarang). Cocok digunakan di daerah yang kondisi iklimnya membatasi pelapukan kimiawi.
2. Metode yang didasarkan pada pengenalan pola dispersi kimiawi. Pola ini dapat diperoleh baik pada endapan bijih yang tererosi ataupun yang tidak tererosi, baik yang lapuk ataupun yang tidak lapuk. Pola ini kurang terlihat seperti pada pola dispersi mekanis, karena unsur-unsurnya yang membentuk pola dispersi bisa :
a. Memiliki mineralogi yang berbeda pada endapan bijihnya (contohnya: serussit dan anglesit terbentuk akibat pelapukan  endapan galena)
b. Dapat terdispersi dalam larutan (ion Cu2+ dalam air tanah berasal dari endapan kalkopirit)
c. Bisa tersembunyi dalam mineral lain (contohnya Ni dalam serpentin dan lempung yang berdekatan dengan sutu endapan pentlandit)
d. Bisa teradsorbsi (contohnya Cu teradsorbsi pada lempung atau material organik pada aliran sungai isa dipasok oleh air tanah yang melewati endapan kalkopirit)
e. Bisa bergabung dengan material organik (contohnya Cu dalam tumbuhan atau hewan)

Klasifikasi Mineral berdasarkan Ikatan Senyawa Kimia


PENDAHULUAN

            Batuan adalah sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa terdiri dari satu atau lebih mineral. Sedangkan mineral adalah substansi yang terbentuk karena kristalisasi dari proses geologi, yang memiliki komposisi fisik dan kimia. Dan ilmu yang mempelajari mineral adalah mineralogi. Secara jelas mineralogi adalah ilmu pengetahuan tentang mineral, yaitu suatu zat padat yang terdapat dialam sebagai elemen-elemen dan senyawa-senyawa serta merupakan penyusun atau pembentuk bagian padat alam semesta. Hal ini tidak berarti bahwa mineralogi hanya terbatas pada material-material kerakbumi saja, dan material-material yang terdapat dibawahnya yang dapat diindikasi melalui pengukuran-pengukuran geofisika, tetapi meliputi juga meteorit-meteorit, yaitu benda-benda mineral yang berasal dari luar bumi. Pengertian mineral secara jelas adalah suatu benda padat homogen yang terbentuk dialam secara anorganik, mempunyai komposisi kimia tertentu dan susunan atom yang teratur. Berdasarkan susunan kimia dan struktur kristalnya, maka mineral-mineral yang terdapat di alam dapat diklasifikasikan menjadi 8 kelas, yaitu : elemen nativ, sulfida, oksida dan hidroksida, halida, karbonat, sulfat, fosfat, dan silikat.





PEMBAHASAN
1. Elemen nativ
Elemen nativ atau unsur murni ini adalah kelas mineral yang dicirikan dengan hanya memiliki satu unsur atau komposisi kimia saja. Mineral pada kelas ini tidak mengandung unsur lain selain unsur pembentuk utamanya. Pada umumnya sifat dalam (tenacity) mineralnya adalah malleable yang jika ditempa dengan palu akan menjadi pipih, atau ductile yang jika ditarik akan dapat memanjang, namun tidak akan kembali lagi seperti semula jika dilepaskan. Kelas mineral elemen nativ ini terdiri dari tiga bagian yaitu:
1.   Logam/Metal, mineral-mineral yang tergolong dalam kelompok ini adalah : Cooper (Cu), Gold (Au), Silver (Ag), Platinum (Pt), Nicel-Iron (Ni-Fe), Mercury (Mg).
Unsur-unsur bersifat sangat padat, lunak, dapat ditempa. Perawakannya (yang umum ditemui) berbentuk masif-dendritik; bidang belahan yang jelas jarang ditemui; merupakan penghantar listrik yang baik. Pada umumnya sistem kristal adalah isometrik.
2.   Semi Logam, mineral-mineral yang tergolong dalam kelompok ini adalah : Arsenic (As), Antimony (Sb), Bismuth (Bi).
Merupakan penghantar listrik yang kurang baik; biasanya terdapat pada massa nodular. Pada umumnya sistem kristal adalah Heksagonal.
3.   Non Logam, mineral-mineral yang tergolong dalam kelompok ini adalah : Sulfur (S),  dan  Carbon (C), Diamond (C), Graphite (C)
Tidak dapat menghantarkan arus listrik; berwarna transparant (jernih dan jelas) hingga transculent (tembus cahaya) dan cenderung mempunyai nidang belahan kristal yang jelas. Sistem kristalnya dapat berbeda-beda, seperti sulfur sistem kristalnya orthorhombik, intan sistem kristalnya isometrik, dan graphite sistem kristalnya adalah hexagonal. Pada umumnya, berat jenis dari mineral-mineral ini tinggi, kisarannya sekitar 6.
Golongan Mineral
Anion atau Kelompok Anionik
Elemen nativ

Tidak ada anion
Contoh : Emas
Au

2. Sulfida
Kelas mineral sulfida atau dikenal juga dengan nama sulfosalt ini terbentuk dari kombinasi antara unsur tertentu dengan sulfur (belerang) (S2-). Pada umumnya unsur utamanya adalah logam (metal).
Pembentukan mineral kelas ini pada umumnya terbentuk disekitar wilayah gunung api yang memiliki kandungan sulfur yang tinggi. Proses mineralisasinya terjadi pada tempat-tempat keluarnya atau sumber sulfur. Unsur utama yang bercampur dengan sulfur tersebut berasal dari magma, kemudian terkontaminasi oleh sulfur yang ada disekitarnya. Pembentukan mineralnya biasanya terjadi dibawah kondisi air tempat terendapnya unsur sulfur. Proses tersebut biasanya dikenal sebagai alterasi mineral dengan sifat pembentukan yang terkait dengan hidrotermal (air panas).
Mineral kelas sulfida ini juga termasuk mineral-mineral pembentuk bijih (ores). Dan oleh karena itu, mineral-mineral sulfida memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Khususnya karena unsur utamanya umumnya adalah logam. Pada industri logam, mineral-mineral sulfides tersebut akan diproses untuk memisahkan unsur logam dari sulfurnya.
Beberapa penciri kelas mineral ini adalah memiliki kilap logam karena unsur utamanya umumnya logam, berat jenis yang tinggi dan memiliki tingkat atau nilai kekerasan yang rendah. Hal tersebut berkaitan dengan unsur pembentuknya yang bersifat logam.
Rumus umum mineral ini adalah AmXp. Contoh :
a.    AX            = PbS (Galena)
b.   A2X           = Ag2S (Argentit)
c.    AX2           = FeS2 (Pirit)
d.   AX3              = (Co,Ni)As3 (Skuterudit)
e.    A3X2            = Cu5FeS4 (Bornit).
Golongan Mineral
Anion atau Kelompok Anionik
Sulfida

S
Contoh : Galena
PbS

3. Oksida dan Hidroksida
Mineral oksida dan hidroksida ini merupakan mineral yang terbentuk dari kombinasi unsur tertentu dengan gugus anion oksida (O2-) dan gugus hidroksil hidroksida (OH-).
a.    OKSIDA
Mineral oksida terbentuk sebagai akibat persenyawaan langsung antara oksigen dan unsur tertentu. Susunannya lebih sederhana dibanding silikat. Mineral oksida umumnya lebih keras dibanding mineral lainnya kecuali silikat. Mereka juga lebih berat kecuali sulfida. Unsur yang paling utama dalam oksida adalah besi, chrome, mangan, timah dan aluminium. Beberapa mineral oksida yang paling umum adalah, korondum (Al2O3), hematit (Fe2O3) dan kassiterit (SnO2).
Jenis X2O             = Kuprit (Cu2O)
Jenis AX               = Zincite (ZnO)
Jenis XO2             = Rutil (TiO2), Pirolusit (MnO2)
Jenis X2O3            = Hematit (Fe2O3), Korundum (AL2O3)
Jenis XY2O4          = Spinel (MgAl2O4), Magnetite (Fe3O4)

b.   Hidroksida
Seperti mineral oksida, mineral hidroksida terbentuk akibat pencampuran atau persenyawaan unsur-unsur tertentu dengan hidroksida (OH-). Reaksi pembentukannya dapat juga terkait dengan pengikatan dengan air. Sama seperti oksida, pada mineral hidroksida, unsur utamanya pada umumnya adalah unsur-unsur logam. Beberapa contoh mineral hidroksida adalah Manganite MnO(OH), Bauksit [FeO(OH)] dan limonite (Fe2O3.H2O).
Golongan Mineral
Anion atau Kelompok Anionik
Oksida
O2-
Contoh : Magnetite
Fe3O4
Hidroksida
OH-
Contoh : Brucite
Mg(OH)2


4. Halida
Adalah persenyawaan kimiawi dimana unsur-unsur logam bersenyawa dengan unsur-unsur Halogen (Chlorine, Bromine, Flourine dan Iodine)
Umumnya ditemui dalam sejumlah Lingkungan Geologi. Beberapa diantaranya ditemui dalam sequen evaporite, seperti Halite (NaCl), hal ini merupakan alterasi dari Lapisan-lapisan batuan sedimen yang mengandung evaporite seperti Gypsum, Halite dan Batuan Potash (batuan berkalium-Karbonat) dalam sebuah sequen yang sempurna antara lapisan dengan batuan-batuan seperti Marl dan Limestone. Halides yang lainnya seperti Flourite terbentuk lapisan-lapisan hidrothermal. Golongan Halides bersifat sangat lunak (Kekerasannya antara 2 – 4,5), mempunyai sumbu simetri kristal yang berbentuk kubik, Berat Jenis cenderung rendah. Contoh mineral-mineral golongan Halides antara lain Sylvite (KCl), Cryolite (Na3AlF6), Atacamite [Cu2ClC(OH)5].
Golongan Mineral
Anion atau Kelompok Anionik
Halida

Cl-, F-, Br-, I-
Contoh : Fluorite
CaF2

Contoh : Halite
NaCl


5. Karbonat
Merupakan persenyawaan dengan ion (CO3)2-, dan disebut “karbonat”, umpamanya persenyawaan dengan Ca dinamakan “kalsium karbonat”, CaCO3 dikenal sebagai mineral “kalsit”. Mineral ini merupakan susunan utama yang membentuk batuan sedimen.
Karbonat terbentuk pada lingkungan laut oleh endapan bangkai plankton. karbonat juga terbentuk pada daerah evaporitic dan pada daerah karst yang membentuk gua (caves), stalaktit, dan stalagmite. Dalam kelas karbonat ini juga termasuk nitrat (NO3) dan juga Borat (BO3).
Beberapa contoh mineral yang termasuk kedalam kelas carbonat ini adalah dolomite (CaMg(CO3)2, calcite (CaCO3), dan magnesite (MgCO3). Dan contoh mineral nitrat dan borat adalah niter (NaNO3) dan borak (Na2B4O5(OH)4.8H2O).

Golongan Mineral
Anion atau Kelompok Anionik
Karbonat

(CO3)2-
Contoh : Dolomite
CaMg(CO3)2

6. Sulfat
Sulfat terdiri dari anion sulfat (SO4)2- . Mineral sulfat adalah kombinasi logam dengan anion sufat tersebut. Pembentukan mineral sulfat biasanya terjadi pada daerah evaporitik (penguapan) yang tinggi kadar airnya, kemudian perlahan-lahan menguap sehingga formasi sulfat dan halida berinteraksi.
Pada kelas sulfat termasuk juga mineral-mineral molibdat, kromat, dan tungstat. Dan sama seperti sulfat, mineral-mineral tersebut juga terbentuk dari kombinasi logam dengan anion-anionnya masing-masing.
Contoh-contoh mineral yang termasuk kedalam kelas ini adalah barite (barium sulfate), celestite (strontium sulfate), anhydrite (calcium sulfate), angelsit dan gypsum (hydrated calcium sulfate). Juga termasuk didalamnya mineral chromate, molybdate, selenate, sulfite, tellurate serta mineral tungstate.
Golongan Mineral
Anion atau Kelompok Anionik
Sulfat

(SO4)2-
Contoh : Anhydrite
Ca(SO4)
7. Fosfat
          Adalah persenyawaan kimia antara unsur-unsur logam dengan Phospate(PO4)3-. Ribuan species dari golongan ini dapat dikenali, namun keberadaannya tidaklah berlimpah. Beberapa Phospates, seperti Arsenic merupakan mineral yang utama, tetapi kebanyakan anggota-anggotanya secara keseluruhan membentuk kelompok-kelompok dari oksidasi sulfides.
Sifat dari golongan ini : berubah-ubah, tetapi umumnya cenderung lunak, rapuh, sangat berwarna dan kristalisasinya baik, kekerasan berkisar antara 1,5 – 5 dan 6.
Mineral-mineral radioaktif termasuk dalam golongan Phospates seperti : Torbenite [Cu(UO2)2(PO4)2.8-12H2O], Autunite [Ca(UO2)2(PO4)2.10-12H2O], Lazulite [(Mg,Fe)Al2(PO4)2(OH)2], Turquoise [CuAl6(PO4)4(OH)8.4H2O.
Contoh mineral-mineral lain dalam golongan Phospates adalah Vivianite [Fe+2(PO4)2.8H2O], Wavellite [Al3(PO4)2(OH,F)3.5H2O], Apatite [Ca5(PO4)3(F,Cl,OH)].
Golongan Mineral
Anion atau Kelompok Anionik
Fosfat

(PO4)3-
Contoh : Apatite
Ca5(PO4)3(OH)




8. Silikat
          Adalah persenyawaan kimia antara unsur-unsur logam dengan salah satu dari   Si – O tetrahedra (SiO4)4- tunggal atau berantai. Silikat adalah golongan mineral yang paling besar dan sangat berlimpah-limpah keberadaannya, dalam hal ini silikat adalah unsur pokok penyusun batuan beku dan batuan metamorf.
Mineral-mineral silikat cenderung bersifat : keras, berwarna transparant (jernih dan tembus cahaya) hingga translucent (tembus cahaya) dan mempunyai Berat Jenis rata-rata sama. Pada umumnya dalam semua struktur silicat, silicon berada diantara 4 atom oksigen (kecuali yang terbentuk pada tekanan yang ekstrim).
Dari strukturnya (sudut bangunnya) silikat dibagi menjadi 6 kelas, yaitu :
1.        Nesosilicate
- Mempunyai (SiO4)4- tetrahedra yang benar-benar terpisah (tetra hedra silikon-oksigen benar-benar terpisah), komposisi berupa SiO4.
- Mineral khasnya Forsterit (Mg2SiO4), mineral lainnya seperti : Olivine [(Mg,Fe)2SiO4], Zircon (ZrSiO4), Sillimanite (Al2SiO5).
2.        Sorosilicate
- Mempunyai 2 tetrahedra yang dihubungkan oleh 1 atom oksigen yang merupakan milik bersama (dipakai bersama-sama), komposisi berupa Si2O7.
- Mineral khasnya Akermonite (Ca2MgSi2O7), mineral lainnya seperti : Heminorphite [Zn4Si2O7(OH)2.H2O], Zoisite [Ca2Al3(Si3O12)OH]
3.        Cyclocilicate
- Mempunyai tetrahedra yang saling berhubungkan membentuk struktur lingkaran tertutup dengan komposisi berupa SinO3n.
- Bila mempunyai lingkaran 3 tetrahedra, misalnya mineral Benitoite (BaTiSi3O9), Bila mempunyai 6 mineral 3 tetrahedra, mineral Beryl (Be3Al2Si6O18). Mineral lainnya seperti Cordierite [Mg2Al4Si5O18], Ferroxinite [Ca2FeAl2Bsi4O15(OH)], Manganaxinite [Ca2MnAl2BSi4O15(OH)].
4.        Inosilicate
- Mempunyai tetrahedra yang saling berhubungkan membentuk struktur rantai tunggal/ganda dan saling terikat oleh unsur logam.
- Rantai Tunggal mempunyai komposisi Si : O = 1 : 3, misalnya terlihat pada mineral-mineral Piroksin Group seperti Diopside (CaMgSi2O6), Hornblende [CaFeSi2O6], Jadeite [Na(Al,Fe+3)Si2O6].
- Rantai Ganda, dimana 2 rantai tunggal paralel yang posisi tetrahedranya berselang-seling/terikat menyilang dengan perbandigan komposisi Si : O = 4 : 11 dicirikan oleh mineral-mineral Amphibole group [(Ca,Na)(Mg,Fe)]Silicat-OH, seperti Tremolite [Ca2Mg5Si8O22(OH)2, Actinolite [Ca2(Mg,Fe)5Si8O22(OH)2], Hornblende [(Na,K,Ca)3(Mg,Mn)5Si8O22(OH)2]. Mineral lainnya seperti Wollastonite [CaSiO3], Rhodonite [(Mn, Fe, Mg)SiO3], Neptunite [Na2Kli(Fe,Mn)2Ti2Si8O24].

5.        Phylosilicate
- Mempunyai lapisan yang terbentuk oleh pemakaian secara bersama-sama oleh 3 ion oksigen dari tiap-tiap tetrahedra yang berbatasan disekitarnya sehingga membentuk lapisan datar yang luas dengan perbandingan komposisi Si : O = 2 : 5.
-  Dicirikan dengan kelompok mineral Mica [K(Mg,Fe)Al-Silicat OH, seperti Muscovite [KAl2(AlSi3)O10(OH)2], Biotite [K(Mg,Fe)3(Al,Fe)Si3O10(OH,F)2], Phlogophite [K(Mg,Fe)3(Al,Si)3O10(F,OH)2], Lepidolite [K(Li,Al)3(Si,Al)4O10(F,OH)2].
6.        Tectosilicate
- Mempunyai kerangka silicate yang mana setiap atom tetrahedra silicon/SiO4memakai bersama-sama semua (ke-empat) pojok-pojoknya dengan atom tetrahedra silicon lainnya yang berdekatan sehingga membentuk jaringan 3 dimensi dengan perbandingan komposisi Si : O = 1 : 2.
- Dicirikan dengan beberapa bentuk silica seperti Kwarsa (SiO2), Tridimite (SiO2), Kristobalite (SiO2) à mempunyai susunan 3 dimensi tersebut. Mineral khas lainnya seperti Feldspar group : Orthoclase (KAlSi3O8), Sanidine (KAlSi3O8), Microcline (KAl2Si3O8), Albite (NaAlSi3O8), Oligoclase [(Na,Ca)AlSi3O8].
Golongan Mineral
Anion atau Kelompok Anionik
Silikat

(SiO4)4-
Contoh : Kuarsa
SiO2



KESIMPULAN

No
Golongan Mineral
Anion atau Kelompok Anionik
Contoh
1

Elemen nativ

Tidak ada anion
Emas (Au)
2

Sulfida

S
Galena (PbS)
3
Oksida
O2-
Magnetite (Fe3O4 )

Hidroksida
OH-
Brucite (Mg(OH)2 )
4
Halida

Cl-, F-, Br-, I-
Fluorite (CaF2 )
Halite (NaCl)
5
Karbonat

(CO3)2-
Dolomite (CaMg(CO3)2 )
6
Sulfat

(SO4)2-
Anhydrite (Ca(SO4))
7
Fosfat

(PO4)3-
Apatite (Ca5(PO4)3(OH))
8
Silikat

(SiO4)4-
Kuarsa (SiO2 )






DAFTAR PUSTAKA
Lang, Dr. Helen. 2009. Mineralogy. West Virginia University.
Gita Lala. 2012. Silikat dan Non Silikat. Diambil dari : http://www.scribd.com/doc/81356476/Silikat-Dan-Non-Silikat . Diakses pada tanggal : 21 Mei 2012 pukul 19.20 WIB.
www.mindat.org