Kamis, 21 Januari 2016

“Tambang dan Pengelolaan Lingkungan : Tambang Di Tengah Masyarakat”

Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan alam yang sangat melimpah, mulai dari Sabang sampai Merauke salah satunya yaitu sumber daya mineral seperti emas, tembaga, perak, nikel, timah, dan lain-lain. Hingga saat ini, tercatat banyak perusahaan tambang yang sudah melakukan kegiatan eksploitasi untuk menambang sumber daya mineral tersebut.
Kegiatan tambang mulai dilakukan di Indonesia yang dilakukan dengan cara tradisional oleh penduduk setempat, khususnya di bidang tambang emas. Pada saat pemerintah Belanda menduduki Indonesia untuk melakukan kegiatan perdagangan rempah-rempah seperti pala dan lada, pemerintahan Belanda mulai melirik kegiatan tambang di Indonesia, khususnya di bidang tambang emas. Jejak kegiatan penambangan yang dilakukan pemerintah Belanda selama berkuasa di Indonesia masih dapat dijumpai mulai dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Namun jauh sebelum pemerintah Belanda datang, Indonesia sudah terkenal akan kekayaan sumber daya alamnya berupa emas. Emas sebagai salah satu komoditas tambang sudah dikenal dan diusahakan di Indonesia sejak dari dulu. Selain situs tambang, banyak artefak yang ditemukan para arkeolog yang terbuat dari emas, baik berupa mahkota, perhiasan, hingga peralatan sehari-hari.
Kemudian pemerintah Belanda mulai melakukan penyelidikan berbagai aspek ilmu kebumian di Indonesia oleh para ilmuwan dari Eropa. Pemerintahan Belanda membentuk Dienst van het Minjwezen (Minjwezen – Dinas Pertambangan) di tahun 1850 yang berkedudukan di Batavia untuk mengoptimalkan penyelidikan geologi dan pertambangan lebih terarah. Menjelang tahun 1920, pemerintah Belanda memindahkan kantor Minjwezen ke Bandung, lalu berubah nama menjadi Dienst van den Mijnbouw. Pada tahun 1941 Raden Soenoe Soemossoeastro dan Arie Frederick Lasut yang merupakan pegawai menengah pertama di kantor Mjinbouw membangun kelembagaan tambang dan geologi nasional di Indonesia. Pada masa penjajahan Jepang, Minjbouw dengan segala sarana serta dokumen di ambil alih oleh Jepang dan namanya di ganti menjadi Chitsitsu Chosasho. Tetapi pada saat masa penjajahan Jepang tidak membuat banyak kemajuan dikarenakan tidak adanya tenaga ahli dan anggaran yang memadai, kegiatan pertambangan semakin lama mengalami kemunduran. Namun setelah Indonesia merdeka, mengantarkan perubahan besar terutama di bidang pertambangan. Salah satunya dibangunnya kantor Poesat Djawatan Tambang dan Geologi yang merupakan lembaga resmi nasional yang mengurusi bidang tambang dan Geologi di Indonesia. Kegiatan tambang secara modern di Indonesia mulai dilakukan oleh beberapa perusahaan nasional bahkan perusahaan tambang internasional pun mulai melirik Indonesia.
Kegiatan penambangan merupakan kegiatan yang berada di tengah-tengah masyarakat di mana akan ada interaksi antara perusahaan tambang dan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan tambang. Kegiatan penambangan ini memerlukan kerjasama antara pihak perusahaan dengan masyarakat di daerah tersebut. Oleh karena itu, kegiatan pertambangan harus memperhatikan kesejarahteraan masyarakat, kelestarian lingkungan serta dampak yang akan dirasakan masyarakat. Perusahaan tambang merupakan sebuah tantangan tersendiri dilihat dari isu lingkungan, dimana operasi penambangan akan selalu merubah kondisi lingkungan setempat. Dengan karakterisasi yang baik terhadap kondisi lingkungan fisik maupun sosial, maka akan dapat dibuat perencanaan penambangan yang berwawasan lingkungan. Potensi-potensi perubahaan lingkungan dapat dikenali sejak awal sehingga dapat disusun rencana pengelolaan lingkungan yang baik selama proses penambangan maupun paska penambangan.
Peran positif tambang di Indonesia tidak usah diragukan lagi. Beberapa tambang di Indonesia memberikan bukti nyata bahwa hadirnya industri tambang adalah salah satu sektor penting bagi sebuah negara, selain sebagai sumber pemasukan negara melalui devisa, industri tambang juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya melalui program-program perusahaan dalam pengembangan masyarakat lokal daerah tambang itu sendiri. Beberapa perusahaan tambang di Indonesia memperkerjakan masyarakat lokal daerah tambang untuk bisa bekerja di tambang tersebut. Melalui pelatihan yang secara berkala masyarakat awam pun mampu melakukan kegiatan tambang. Program perusahaan tambang terhadap warga desa berupa pelatihan pembudidayaan lahan pertanian dan perikanan yang nantinya masyarakat desa mampu meningkatkan kesejahteran mereka sendiri. Semua hal tersebut merupakan bukti nyata dari perusahaan tambang melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). CSR adalah suatu tindakan tanggung jawab dari perusahaan terhadap sosial dan lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Perusahaan tersebut sudah membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengembangkan masyarakat itu sendiri. Beberapa contoh program CSR yang telah dilakukan beberapa perusahaan tambang di Indonesia adalah reklamasi dan rehabilitasi daerah tambang melalui pembibitan tanaman baru, pembangunan jalan, pembangungan rumah sakit, beasiswa bagi siswa berprestasi, penyediaan lahan pertanian dan perikanan,  dan pembangunan berbagai infrastruktur seperti rumah ibadah dan gedung sekolah.
            Namun demikian, kegiatan penambangan yang tidak berwawasan atau tidak mempertimbangkan keseimbangan dan daya dukung lingkungan serta tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif tersebut antara lain terjadinya gerakan tanah yang dapat menelan korban baik harta benda maupun nyawa, hilangnya daerah resapan air di daerah pegunungan atau perbukitan, rusaknya bentang alam akibat proses penambangan yang tidak dikelola dengan baik, daerah aliran sungai yang mulai dicemari oleh limbah atau lumpur sisa penambangan,  tingkat erosi yang meningkat di daerah perbukitan, jalan-jalan yang dilalui kendaraan pengangkut bahan tambang menjadi rusak, mengganggu kondisi air bawah permukaan sebagai sumber mata air, banyaknya lubang-lubang penggalian yang ditinggal para penambang setelah paska tambang, serta mempengaruhi kehidupan sosial penduduk disekitar lokasi penambangan yang terganggu oleh kegiatan penambangan. Oleh karena itu, untuk menghindari atau meminimalisir dampak negatif tersebut, maka pengelolaan pertambangan yang berwawasan lingkungan mutlak harus dilakukan.
            Pengelolaan lingkungan pertambangan adalah suatu upaya yang dilakukan baik secara teknis maupun non teknis agar kegiatan pertambangan tersebut tidak menimbulkan permasalahan, baik terhadap kegiatan pertambangan itu sendiri maupun terhadap lingkungan. Perusahaan tambang Newmont Nusa Tenggara merupakan salah satu perusahaan yang bertanggung jawab pada pengelolaan lingkungan yang sudah terbukti menerima beberapa penghargaan dalam pengelolaan lingkungan tambang. Beberapa hal yang menjadi perhatian khusus Perusahaan Newmont Nusa Tenggara dalam pengelolaan lingkungan tambang adalah :
o   Air, meminimalkan penipisan persediaan serta penurunan kualitas sumber air melalui maksimalisasi daur ulang air serta efesiensi penggunaan dan pencegahan pencemaran air.
o   Energi dan Efek Rumah Kaca, meningkatkan efesiensi pemanfaatan energi melalui identifikasi, penilaian dan penerapan proyek efesiensi energi guna mengurangi emisi gas rumah kaca serta biaya operasi.
o   Penutupan tambang, memastikan agar kegiatan penutupan tambang terencana dengan baik dan dilakukan sebanyak mungkin selama tahap operasi dan proses ini dikomunikasikan dengan seluruh pemangku kepentingan terkait guna memastikan pendekatan terpadu terhadap rencana akhir penggunaan tanah.
o   Pengelolaan Tailing, merancang, mengoperasikan, dan menonaktifkan fasilitas penyimpanan tailing guna meminimalkan risiko terhadap lingkungan dan pemangku kepentingan.
o   Batuan sisa, mengelola batuan sisa guna memastikan agar potensi permasalahan yang berkenan dengan drainase dapat diidentifikasi dan dikelola, dan strategi rehabilitasi dapat mendukung struktur yang stabil dan aman.

Sehingga dampak negatif dari kegiatan penambangan dapat dihindari dan diminimalisir melalui pengelolaan lingkungan penambangan yang berwawasan lingkungan, mempertimbangkan keseimbangan lingkungan, dan daya dukung lingkungan serta lingkungan penambangan yang dikelola dengan baik.

Senin, 03 Agustus 2015

Sejarah letusan Gunung Rinjani

Letusan Gunung Rinjani yang diketahui sejak tahun 1847 hingga 2009 dan tercatat telah berlangsung 11 kali. Letusan umumnya menghasilkan lava dan jatuhan piroklastik. Masa istirahat sejak letusan 1847 hingga 2009 adalah berkisar antara 3 hingga 37 tahun hal ini menunjukan bahwa Gunung Rinjani termasuk gunungapi yang aktif. Secara lengkap letusan Rinjani sebagai berikut menurut Rachmat, 2011 :

TAHUN

1846Zollinger mengatakan, bahwa dalam tahun 1846 kegiatan G. Rinjani dalam stadia fumarola, selanjutnya letusan yang terjadi berlangsung di dalam Kaldera Rinjani (G. Barujari dan G. Rombongan/Mas).


1884 Dalam Natuurkunding Tijdschrift voor Nederl. Indie, v. 45, mencantumkan bahwa asap dan nyala api tampak pada beberapa hari pertama bulan Agustus. ).


19011 Juni, pukul 23.00 terdengar suara ledakan, dan malam berikutnya di Mataram terjadi hujan abu tipis.


1906 : April, pukul 21.15 terdengar suara ledakan.


1909 : 30 November, pukul 21.15 hujan abu di Lombok yang berlangsung hingga 2 Desember. Setelah itu tampak kegiatan meningkat berupa asap tebal yang mengepul. Air sungai tampak keruh.


1915 : 4 November tampak tiang asap.


1944 : 30 Mei terlihat asap di atas puncak G. Rinjani. Menurut Petroeschevsky kegiatan mulai pada 25 Desember 1943.

Pukul 16.00 terdengar suara gemuruh yang disusul dengan hembusan asap tebal. Pada malam hari tampak sinar api dan kilat sambung-menyambung. Gempa bumi terasa terjadi antara 25 - 30 Desember disertai suara gemuruh. Hujan abu turun selama 7 hari dengan lebatnya, merusak tanaman dan rumah.
G. Rombongan atau G. Mas muncul dari dalam danau (2110 m) yang berada di kaki G. Barujari sebelah baratlaut, melebar ke utara dan barat. Mitrohartono (1969) menghitung, bahwa jumlah bahan baru yang dikeluarkan waktu itu adalah sebanyak lk. 7,4 x 107 m3. Kusumadinata (1969, 1973) dengan menggunakan rumus Yokoyama (1956 - 1957) telah menghitung Energi Kalor yakni 2,3 x 1024 erg, sedangkan Kebesaran Letusan adalah 8,98 dan Kesetaraan Bom Atomnya 273,8.

1966 28 Maret Pulau Lombok digoncang gempabumi. Sejak itu terdengar suara dentuman berasal dari Segara Anak.
21 Mei terlihat dari puncak G. Punduk, bahwa di sebelah selatan kepundan G. Baru tempak ke luar pasir dari dasar Segara Anak menuju ke utara dan melebar ke barat dan timur. Persentuhan pasir panas dengan air Segara Anak menyebabkan terjadinya suatu kukusan, asap mengepul. Kusumadinata (1969), mengatakan bahwa yang disebut pasir panas ini pada hakekatnya adalah lava baru yang muncul di lereng G. Barujari sebelah timur, yang mencapai Segara Anak di utara dan Segara Endut di selatan. Mitrohartono (1969) telah menghitung luas penyebaran lava sebesar 954.350 m2 dan isi 6,6. 106 m3. Kusumadinata (1969) menghitung Energi Kalornya ialah 2,1. 1021 erg, Kebesaran Letusan 6,44 dan Kesetaraan Bom Atom 250,0.

19944 Juni, pkl. 02.00 WITA terjadi suatu ledakan sangat kuat yang berasal dari dalam Kaldera Rinjani, terdengar hingga di Desa Sembalun. Pukul 08.00 terlihat asap hitam tebal membumbung ke udara mencapai tinggi 400 m dari puncak G. Plawangan. Pada 6 Juni, pkl 17.40 Wita terjadi hujan abu di sekitar Pos Pengamatan dengan ketebalan endapan 2 - 3 mm. Titik letusan mengambil tempat di G. Barujari dan berlangsung hingga awal bulan Januari 1995.
Letusan tersebut tidak menyebabkan korban jiwa, hanya petani bawang di Sembalun gagal panen karena rusak oleh hujan abu.
Volume material letusan sebesar 15.036.405,07 m3, dengan energi thermal sekitar : 4,7 X 1023 erg.

2004Terjadi letusan abu pada bulan oktober.

2009 : Tanggal 2 Mei 2009 pukul 16.01 WITA terjadi letusan asap berwarna coklat pekat mencapai ketinggian 1000 meter di atas titik letusan Gunung Barujari disertai suara dentuman lemah.
Aliran lava mengalir dari titik  letusan masuk ke dalam Danau Segara Anak.

Pengambilan Data Geoteknik Pada Tambang Terbuka (Open Pit Mining)

Geoteknik adalah merupakan salah satu dari banyak alat dalam perencanaan atau design tambang, data geoteknik harus digunakan secara benar dengan kewaspadaan dan dengan asumsi-asumsi serta batasan-batasan yang ada untuk dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan.
Dalam penambangan secara tambang terbuka (open pit), sudut kemiringan adalah satu faktor utama yang mempengaruhi bentuk dari final pit dan lokasi dari dinding-dindingnya. Dikarenakan dari perbedaan dari keadaan geologinya, maka kemiringan optimum dapat beragam diantara berbagai pit dan bahkan dapat beragam pula dalam satu pit yang sama. Sudut pit pada umumnya dapat dikatakan sebagai sejumlah waste yang harus dipindahkan untuk menambang bijih.
Peranan Geotek sebenarnya tidak hanya melakukan perhitungan saja tetapi lebih mengarah kepada memberikan panduan kepada pihak terkait mengenai potensi bahaya geoteknik yang akan terjadi kepada pihak terkait (manajemen perusahaan, institusi, mineplanner, dll).
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kemantapan suatu lereng adalah sebagai berikut:
1.      Penyebaran batuan
Jenis batuan atau tanah, penyebaran dan hubungan antar batuan yang terdapat didaerah penyelidikan harus diketahui. Ini perlu dilakukan karena sifat-sifat fisis dan mekanis suatu batuan akan berbeda dengan batuan lainnya, sehingga kekuatan menahan bebannya juga akan berbeda
2.      Relief Permukaan bumi
Relief permukaan bumi akan berpengaruh terhadap laju erosi dan pengendapan, dan juga akan menentukan arah aliran air permukaan dan air tanah, hal ini disebabkan karena pada daerah yang curam, kecepatan aliran air permukaan tinggi dan mengakibatkan pengikisan lebih intensif dibandingkan dengan daerah yang landai. Karena erosi yang intensif, maka akan banyak dijumpai singkapan batuan dan ini akan menyebabkan pelapukan yang lebih cepat. Batuan yang lapuk mempunyai kekuatan yang rendah sehingga kemantapan lereng menjadi berkurang.
3.      Struktur Geologi
Disini struktur geologi yang perlu diperhatikan adalah: patahan (sesar), kekar, bidang perlapisan, perlipatan, ketidak selarasan dan struktur-struktur geologi lainnya. Struktur geologi ini adalah merupakan hal yang penting didalam analisis kemantapan lereng, karena struktur geologi adalah merupakan bidang lemah didalam suatu masa batuan dan dapat menurunkan kemantapan lereng.
4.      Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kemantapan lereng karena iklim mempengaruhi perubahan temperatur. Temperatur yang cepat sekali berubah dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses pelapukan batuan. Untuk daerah tropis pelapukan lebih cepat dibandingkan dengan daerah dingin, oleh karena itu singkapan batuan pada lereng di daerah tropis akan lebih cepat lapuk dan ini akan mengakibatkan lereng mudah longsor.
5.      Geometri Lereng
Geommetri lereng mencakup tinggi lereng dan sudut kemiringan lereng, lereng yang terlalu tinggi akan mengakibatkan menjadi tidak mantap dan cenderung untuk lebih mudah longsor dibanding dengan lereng yang tidak terlalu tinggi dan dengan jenis batuan penyusun yang sama.. demikian pula dengan sudut lereng, semakin besar sudut kemiringan lereng, maka akan semakin tidak mantap.
Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian besar basah dan batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi, kondisi ini menjadikan kekuatan batuan menjadi rendah dan batuan juga akan menerima tambahan beban air yang dikandung, sehingga menjadikan lereng lebih mudah longsor.
6.      Gaya Luar
Gaya luar ini berupa getaran-getaran yang berasaldari sumber yang berada didekat lereng tersebut. Getaran ini misalnya ditimbulkan oleh peledakan, lalu-lintas kendaraan dan sebagainya. Gaya luar ini sedikit banyak dapat mempengaruhi kemantapan suatu lereng.
            Berikut prosedur pengambilan data geoteknik pada Tambang Terbuka (Open Pit Mining) :
1.      Geometri Lereng, Geometri lereng yang perlu diketahui adalah:
-          Orientasi (jurus dan kemiringan) lereng
-          Tinggi dan kemiringan lereng (tiap jenjang ataupun total)
-          Lebar Jenjang (berm)
2.      Struktur Batuan, Struktur batuan yang mempengaruhi kemantapan suatu lereng adalah adanya bidang-bidang lemah, yaitu: bidang patahan (sesar), perlapisan dan rekahan.
3.      Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Batuan, Sifat fisik dan sifat mekanik batuan yang diperlukan sebagai dasar analisis kemantapan lereng adalah:
-          Bobot isi batuan.
-          Porositas batuan
-          Kandungan air dalam batuan.
-          Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser batuan.
-          sudut geser dalam

Data utama tersebut diatas dapat diperoleh dengan penyelidikan-penyelidikan di lapangan dan dilaboratorium.
A. Penyelidikan di Lapangan, Penyelidikan dilapangan dapat dilakukan dengan:
- Pengukuran untuk mendapatkan data geometri lereng.
- Seismik refraksi untuk mendapatkan data litologi.
- Pemboran inti dan pembuatan terowongan (adit) untuk mendapatkan data litologi, struktur batuan dan contoh batuan untuk dianalisis di laboratorium.
- Piezometer untuk mengetahui tinggi muka air tanah.
- Uji batuan di lapangan (insitu test) untuk mendapatkan data tentang sifat mekanik batuan. (misalnya dengan block shear test).
   B. Penyelidikan dilaboratorium, Sifat fisik dan sifat mekanik batuan diperoleh dari hasil uji coba (test) di laboratorium terhadap sample batuan yang diambil dari lapangan. Penyelidikan dilaboratorium dilakukan dengan:
- Uniaxial compresive test
·         Uji kuat tekan uniaxial dilakukan untuk menentukan kuat tekan batuan (σt), Modulus Young (E), Nisbah Poisson (v), dan kurva tegangan-regangan.
·         Contoh batuan berbentuk silinder ditekan atau dibebani sampai runtuh. Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan luas permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan.
-          Triaxial test
·         Pengujian dilakukan dengan peningkatan tegangan dalam kondisi tidak jenuh
·         Pengujian dilakukan pada berbagai derajat kejenuhan
·         Pengujian dilakukan  dengan mempertimbangkan riwayat tegangan (stress history)
-          Direct shear test
·         Untuk mengetahui kuat geser batuan, harga kohesi dan sudut geser dalam baik puncak (peak), semu ( apparent) atau sisa dari batuan pada tegangan normal tertentu.
-          Penentuan bobot isi batuan, kandungan air dan porositas batuan.

Gambar dibawah adalah ilustrasi ringkasan fungsi utama dari stabilitas kemiringan dalam penambangan open pit dan untuk nilai ekonomi yang potensial dan meningkatkan keamanan.

(Gambar 1. Ilustrasi fungsi dari stabilitas kemiringan lereng)

Selasa, 13 Mei 2014

Penjelasan Deret Bowen (Kontinyu dan Diskontinyu)


PENDAHULUAN

            Novan Levi Bowen pada tahun 1922, mengemukakan sebuah teori mengenai proses urutan pengkristalan magma atau yang biasa disebut “deret bowen”. Beliau mengemukakan bahwa deret bowen menjelaskan bagaimana proses pembentukan mineral, khususnya mineral pada batuan beku, yaitu mineral yang mengandung silikat yang kemudian mengkrsital langsung dari magma berdasarkan penurunan temperatur. Riset ini dilakukan dengan cara mengambil sampel magma cair dan memasukkannya kedalam suatu alat yang fungsinya memberti tekanan dan suhu yang dianggap sama dengan keadaan di bumi. Dengan berjalannya waktu serta dengan diturunkannya suhu dan tekanannya dengan analogi seperti penurunan magma itu seperti magma yang sudah keluar ke permukaan bumi, maka didapat suatu hasil dari eksperimen ini yaitu ternyata magma itu mulai membeku dan terus berubah membentuk suatu urutan mineral. Sehingga dari riset ini dibuatlah deret bowen yang sampai sekarang digunakan tabel untuk menjelaskan tentang ururtan pembekuaan magma. Mineral silikat merupakan mineral utama pembentuk batuan atau juga disebut RFM (Rock Forming Mineral). Unsur-unsur utamanya adalah O (oksigen), Si (silikat), Al(aluminium), Fe(besi), Ca (Kalsium), Na (natrium), K (kalium), dan Mg (magnesium). Sehingga batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari magma melalui proses pengkristan magma. Dalam proses pengkristalan magma tersebut terbagi menjadi 2 proses, yaitu yang terbentuk secara berurutan (kontinyu) dan tidak secara berurutan (diskontinyu) yang nanti akan dijelaskan pada deret bowen.


PEMBAHASAN


            Dalam deret bowen terdapat dua deret pembentukan mineral-mineral ini dari yang terbentuk pada suhu tinggi yang bersifat ultrabasa hingga ke bawah menjadi mineral asam, yaitu deret kontinyu dan deret diskontinyu. Derek kontinyu digambarkan pada reaksi pada bagian kanan deret reaksi bowen dan deret diskontinyu pada bagian kiri deret reaksi bowen.
(Tabel 1. Deret Bowen)
            Deret kontinyu menggambarkan pembentukan feldspar plagioklas yang dimulai dari anorthite yang kaya akan Ca (kalsium) menjadi Oligoklas yang kaya akan Na(natrium). Pada deret ini disebut deret kontinyu karena pembentukan mineral yang satu dengan mineral yang lain dalam satu deret memiliki hubungan yang dekat seperti bitownite yang memiliki rumus kimia (Na, Ca) Al (Al,Si,)Si2O8 sangat berhubungan dengan pembentukan mineral andesin yang juga memiliki rumus kimia yang sama hanya saja nanti ada perbedaan dalam komposisi Na (natrium) dan Ca (kalsium) atau Al (aluminium) dan Si (silikon) yaitu (Na, Ca) Al, 2Si3, 2O8 .
            Pada deret diskontinyu menggambarkan pembentukan mineral-mineral seperti olivine, piroksen, amfibol, dan biotit. Pembentukan ini dimulai dari olivin kemudian semakin ke bawah menjadi biotit. Deret ini disebut deret diskontinyu dikarenakan tidak terdapat hubungan dalam pembentukan mineral-mineral ini dimana sebagai contoh olivin memiliki rumus kimia XSiO4 sedangkan mineral seperti biotit memiliki rumus kimia K(Mg, Fe2+)3(Al, Fe3+)Si3O10(OH,F)2 dapat dilihat bahwa perbedaan rumus kimia yang sangat mencolok, oleh karen itu deret ini disebut deret diskontinyu karena tidak terdapatnya hubungan antara  mineral yang terbentuk pertama dan yang terbentuk setelahnya.
            Akan tapi kedua deret ini bertemu pada satu titik dimana dalam deret ini membentuk huruf seperti (Y). Kedua deret ini bertemu pada pembentukan K-Feldspar, kemudian berlanjut ke pembentukan muscovite, dan kuarsa.

KESIMPULAN
            Deret bowen adalah deret yang menjelaskan urutan pengkristalan magma berdasarkan temperature pembentukan magma tersebut. Dimana pembentukan magma ini ditentukan berdasarkan pada derajat kristalisasi dan lama pendinginan magma, dan berpengaruh pada sifat yang akan dibawa oleh mineral yang terbentuk. Komposisi kimia, reaksi unsur, dan proses keterbentukannya mineral menjadi jawaban mengapa terdapat deret kontinyu dan deret diskontinyu pada deret bowen. Dengan mempelajari deret bowen kita dapat menentukan apakah suatu mineral dapat berasosiasi dengan mineral lain.

DAFTAR PUSTAKA

Fenton, C.L & Fenton M.A 1940. The Rock Book. New York : Doubleday & Company, Inc.
Magetsari, N.A, Abdullah, C.A, Brahmantyo, B. Catatan Kuliah GL-211 Geologi Fisik. Bandung : penerbit ITB
Soetoto, S.U 2001. Geologi. Yogyakarta : Laboratorium Geologi Dinamik Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada.



Perkembangan Penelitian Geologi Kelautan


PENDAHULUAN

            Kita menyadari bahwa terjadinya lautan secara ilmiah, tentu melalui suatu proses dan proses itu bersifat historis atau sejarah. Untuk dapat mengungkap sejarah tersebut secara kronologis dan ilmiah tentunya harus ditunjang dengan adanya hipotesis dan bukti-bukti yang relevan dan akurat. Dari hipotesis itulah timbul beberapa teori yang menceritakan tentang sejarah terjadinya laut. Hipothesis tersebut mengatakan bahwa semua daratan di dunia pada awalnya menjadi satu kontinen yang dinamakan Pangea yang dikelilingi laut Tethys. Salah satu teori yang umum dikenal dan diikuti oleh para pakar kelautan adalah teori Wegener atau disebut sebagai teori gerakan kontinen. Teori ini mengatakan bahwa Pangea mengalami gerakan kontinen (gerak orogenetik) dan terpecah menjadi beberapa benua seperti yang kita lihat sekarang ini. Pangea adalah benua purba yang terdiri dari Eurasia, Afrika, Amerika Selatan, India, Australia, dan Antartika yang kesemuanya menjadi satu kesatuan daratan yang terbentuk pada kurang lebih  225 juta tahun yang lalu.

PEMBAHASAN

            Salah satu bukti bahwa pada zaman dahulu Afrika menyatu dengan Eurasia adalah ditemukannya jajaran pegunungan bawah laut di kawasan Laut Tengah. Gerakan kontinen diduga dimulai pada ± 200 juta tahun yang lalu dengan adanya gerakan split dari blok Amerika Selatan lepas dari Antartika dan juga lepas dari benua Afrika bagian barat menuju ke arah barat sehingga terbentuk laut Atlantik bagian selatan. Sementara itu blok India bergerak ke arah utara melepaskan diri dari Antartika sehingga menabrak bagian selatan dari daratan Eurasia. Tabrakan itu begitu kuat sehingga menimbulkan lipatan yang kemudian menjadi pegunungan Himalaya yang tertinggi di dunia. Bersamaan dengan kejadian itu, benua Australia melepaskan diri dari Antartika dan bergerak menuju ke arah utara, dan Amerika bagian utara melepaskan diri dari Eurasia dengan gerakan split bergerak ke arah barat laut sehingga terbentuk Laut Atlantik bagian utara. Setiap gerakan split akan mengakibatkan terjadinya celah /palung laut yang dalam dan panjang yang dikenal sebagai sistem trench. Gerakan split dari kontinen seperti tersebut juga dialami di bagian lain, yakni setelah benua Afrika ditinggalkan oleh benua Amerika bagian selatan, terbentuk laut Merah di bagian utara dari benua Afrika sebagai akibat terjadinya keretakan serta terbentuknya Teluk Aden yang sampai sekarang diduga gerakan tersebut masih berlangsung. Gerakan selanjutnya, Amerika bagian utara setelah melepaskan diri dari Eurasia kemudian menyatu dengan Amerika bagian selatan di wilayah Panama sekarang ini. Sedangkan di utara Afrika terjadi perubahan bentuk laut yang awalnya merupakan bagian Laut Tethys menjadi beberapa laut marginal dan tertutup, contohnya Laut Kaspia, Laut Hitam, Laut Tengah, dan Laut Mati. Selama 200 juta tahun tersebut secara teoretis disebutkan bahwa Pacific basins mengalami penyusutan dan akhirnya laut Tethys menghilang. Lautan Hindia terbentuk sebagai akibat gerakan blok India dan blok Australia tersebut di atas serta terbentuknya lengkung (ar­cus) kepulauan Indonesia berikut paparan Sunda yang masih menempel pada daratan Asia dan paparan Sahul yang menyatu dengan daratan Australia. Akhirnya diperkirakan pada zaman es dari kutub mencair maka bagian dari paparan Sunda dan paparan Sahul yang semula tidak tergenang air menjadi laut dan terjadi kepulauan Nusantara sepanjang garis khatulistiwa sampai saat ini, sehingga laut di sekitar Indonesia merupakan pencampuran antara lautan Hindia dan Lautan Pasifik. Setelah beberapa benua menjadi menetap seperti sekarang ini, maka selanjutnya terjadilah proses pelapukan dan pelarutan batuan sedimen di darat oleh air hujan yang membawa berbagai jenis garam mineral melalui sungai akhirnya menuju ke laut. Dari laut pun akan terjadi proses penguapan karena kenaikan suhu pada siang hari dan uap terakumulasi membentuk awan yang akhirnya jatuh ke bumi sebagai hujan. Begitu seterusnya sehingga proses tersebut membentuk suatu siklus yang kita namai sebagai siklus air. Siklus ini berlangsung terus menerus untuk mencapai keseimbangan alam.
Disamping teori gerakan kontinen dari Wegener tersebut, ada teori lain yang kurang populer yang mengatakan bahwa terjadinya laut berasal dari air dalam cekungan-cekungan dasar samudra (oceanic basins) yang lama kelamaan mengalami penambahan volume air, baik yang berasal dari daratan maupun lelehan es dari kutub utara dan kutub selatan sehingga air laut meluap sampai ke wilayah pinggir kontinen. Wilayah pinggir kontinen yang terendam tersebut dikatakan sebagai wilayah paparan (continental shelf). Tampaknya teori kedua ini tidak mengkaitkan dengan proses-proses yang terjadi pada sektor geologi (geological history) yang seharusnya terkait. Oleh sebab itu, walaupun masuk akal namun teori ini dianggap kurang populer.
            Jadi, dapat dikatakan bahwa posisi letak geografis benua yang telah ada seperti sekarang ini menyebabkan terbentuknya 5 lautan / samudra (oceans) di Bumi seperti tertera di bawah ini, berikut luas masing-masing, yakni :
1.Samudra Hindia (± 28.400.000mil2)
2.Samudra Pasifik / Lautan Teduh (± 64.000.000 mil2)
3.Samudra Atlantik (± 41.744.000 mil2)
4.Samudra Arktika (± 5.427.000 mil2)
5.Samudra Antartika   (± 12.451.000 mil2).
            Penyelidikan dan pemetaan geologi kelautan pada dekade terakhir ini makin ditingkatkan terutama pada pencarian sumber daya mineral yang bernilai strategis dan ekonomis dalam menunjang pembangunan nasional. Hal ini sehubungan dengan makin terbatasnya sumber daya mineral dan energi di darat. Kegiatan tersebut merupakan perwujudan akan tanggung jawab pemerintah dan negara dalam menggali potensi sumber daya mineral dan energi yang terdapat di dasar laut, mulai kawasan pantai, perairan pantai hingga ke batas terluar Landas Kontinen termasuk Zona Ekonomi Eksklusif.
            Eksplorasi Geologi Kelautan di Indonesia
Perioda 1930 - 1980 :
·         Belanda (Ekspedisi Snellius, Ekspedisi Vening - Meinesz).
·         AS - LDEO (R/V Robert Conrad, R/V Vema, R/V Maurice Ewing).
·         AS - SIO (R/V Thomas Washington: Sio Rama, INDOPAC; R/V Atlantis).
Perioda 1980 - 2004:
·         Belanda - NIOZ (R/V Tyro: Ekspedisi Snellius II).
·         Perancis - Ifremer (R/V Coriolis: CORINDON, GEOINDON; R/V Jean Charcot: Krakatau; R/V Baruna Jaya; R/V Marion Dufresne)
·         Jerman (R/V Sonne: Ginco I).
·         Jepang - Jamstec (R/V Natsushima-Shinkai).
Perioda 2005 - kini:
·         Multinasional (R/V Sonne: SeaCause I & II, SO-189; HMS Scott).

Geologi kelautan sendiri secara prinsip hampir sama dengan geologi dipermukaan atau didaratan, baik itu proses-proses geologinya dan lain sebagainya, hanya saja permukaannya tertutupi suatu massa air. Dalam Geologi kelautan seperti juga kita mempelajari geologi di daratan, akan menampakkan juga suatu kenampakkan geomorfologi, hanya saja sekali lagi kenampakkan itu tertutup oleh massa air. Dalam mempelajari Geologi kelautan, ada beberapa  istilah kenampakkan geomorfologi seperti halnya kenampakkan geomorfologi didarat, beberapa diantaranya yaitu seperti : coastal plain, continental shelf, continental slope, continental rise, abysal plain, oceanic ridge, ocean basin floor, rekahan, abysall hill, sea mount, dan marginal trench.  Istilah-istilah tersebut akan dibahas mendalam di aspek geomorfologi dalam kerangka geologi kelautan yang nantinya diharapkan menunjang dalam penelitian geologi kelautan.




DAFTAR PUSTAKA

Erickson, John, 1996, Marine Geology: Undersea Landforms and Life Forms, Facts on File ISBN 0-8160-3354-4
Seibold, E. and W.H. Berger, 1994, The Sea Floor: An Introduction to Marine Geology, Springer-Verlag ISBN 0-387-56884-0
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). Sejarah Puslitbang Geologi Kelautan. Diakses dari http://www.mgi.esdm.go.id/content/sejarah-puslitbang-geologi-kelautan. Pada tanggal 16 September 2013 pukul 20.02 WIB.